Mengelola Kesehatan Mental

Meningkatkan kesehatan mental sangatlah penting. Kita harus jujur dengan diri, mempelajari segenap kekurangan diri masing-masing kemudian berusaha memperbaikinya. Terlebih lagi bagi kaum perempuan, kesehatan mental yang mereka memiliki nilai strategis bagi keluarga.
“Dari ibu-ibu yang sehat mentalnya, akan tercipta keluarga yang sehat, juga akan terlahir anakanak yang sehat mentalnya. Dengan demikian ke depan akan tercipta warga negara dan generasi yang hebat dan berguna untuk nusa dan bangsa,” kata dr. Nur Azizah, Sp.KJ, dokter spesialis kesehatan jiwa RSI A Yani Surabaya.
Pesan penting ini disampaikan dalam acara Medical-Cast yang disiarkan oleh PKRS RSI Surabaya A. Yani dalam rangka memperingati Hari Kartini barubaru ini. Acara yang ditayangkan secara online ini dipandu dengan menarik oleh pembawa acara drg. Evy A. Syagran, Sp.KGA.MM.
Dalam diskusi tentang kesehatan mental tersebut, dr. Nur Azizah menjelaskan, bahwa setiap orang, baik wanita maupun laki-laki, memiliki tipe kepribadiaan yang berbeda-beda. Pengenalan terhadap kepribadian ini sangat penting agar setiap pasangan dalam sebuah keluarga dalam menjalani interaksi dan komunikasi yang harmonis.
Sebagai contoh ada seorang istri dengan tipe kepribadian dependent, sangat bergantung. Hal ini ditandai dengan ungkapan-ungkapan, saya tidak bila melakukan apa-apa tanpa suami, tidak bisa ke manamana kalau tidak diantar suami. Nah, hal ini akan menjadi masalah apabila sang suami ternyata jarang ada di rumah karena tuntutan pekerjaan.
“Maka cara mengatasinya, perempuan tersebut harus memahami tipe kepribadiannya dan tahu cara mengelolanya. Saya sarankan dia harus belajar lakukanlah hal-hal kecil terlebih dahulu secara mandiri, dicoba dulu, nanti kalau tidak bisa baru minta bantuan suami,” katanya. Ada lagi tipe perempuan yang sebaliknya yaitu independent. Dia oke-oke saja melakukan kegiatan secara mandiri. Juga ada perempuan yang tipe pencemas. Kerap kelewat cemas terhadap segala sesuatu yang belum tentu terjadi. Yang jelas, semua tipe kepribadian itu tidak datang tiba-tiba, tidak ujugujug. Semua merupakan buah dari proses masa lalu, model pengasuhan, hingga akumulasi pengalaman hidup yang dijalani.
Laki-laki Suka
Dalam kasus tertentu, ada kalanya orang laki-laki justru menyukai perempuan yang tergantung, sebab dengan demikian kehadirannya sebagai suami tetap berarti dan dibutuhkan. Meskipun tidak semua kaum laki-laki memiliki sikap yang demikian.
Jadi yang penting adalah masing-masing pasangan hidup di dalam rumah tangga perlu memahami tipe kepribadian masing-masing. Salah satunya adalah dengan senantiasa melakukan komunikasi terbuka. Komunikasilah yang menjadi kuncinya. “Karena pernikahan itu pada dasarnya juga menikahkan kepribadian,” tambah drg. Evy A. Syagran, Sp.KGA.MM.
Kartini Tegar
Dalam acara MeCast itu juga ditayangkan tiga sosok “kartini” dari RSI A Yani yang cukup menginspirasi bagi sesama wanita. Ada Nurul, penjaga mesin fotokopi di Yarsismart. Dirinya tengah ditimpa musibah beruntun. Pada Juli lalu suaminya wafat karena paparan Covid-19, kemudian bulan Februari silah buah hatinya juga meninggal dunia karena gagal ginjal. Meskipun sempat bersedih, sebagai single parent dirinya harus mampu bangkit untuk meneruskan kehidupan.
“Saya tidak tahu ini cobaan atau teguran dari Allah, yang penting saya harus ikhlas menghadapinya. Saya harus kuat karena saya masih harus menghidupi anak saya yang masih duduk di kelas 3 SMP,” katanya menjelaskan. Hal senada juga terjadi pada diri Silia Kuswendini, Amd.FT. Seorang fisioterapis di bagian Fisioterapi RSI A Yani selama 12 tahun. Dirinya juga diuji dengan berpulangnya sang suami tercinta. Empat tahun kemudian dirinya diberi cobaan lagi dengan menderita kanker.
“Tentu saja awalnya saya shock. Ibaratnya dunia seperti runtuh. Saya berada di titik terendah. Ketauhidan saya sedang diuji. Dalam hati saya sempat membatin, ya Allah apa cobaan yang kemarin itu tidak cukup? Tetapi pada akhirnya semua harus dihadapi. Anak-anak dan keluarga, dan teman-teman sekerja merupakan kekuatan yang membuat saya menjadi kuat menghadapinya,” katanya.
Ada satu lagi Umi, Kepala Ruang ShofaMarwah RSI A. Yani. Suami terkena Covid gelombang kedua, maka dirinya harus berjuang melanjutkan kehidupan keluarganya. Tetapi cobaan datang lagi, dirinya mengalami kecelakaan di jalan raya sehingga mengakibatkan patah tulang kaki. Itu masih ditambah dengan anaknya yang masih bocah terserang deman berdarah dan harus menjalani opname.
Momen yang menyedihkan adalah ketika anaknya mau buang air besar di toilet. Dia tidak mau memakai closet khusus, mungkin karena tidak terbiasa. Kemudian ternyata bermasalah, di anak tidak bisa bangkit dari jongkoknya. Dia butuh bantuan. Sang ibu bergegas menolong, juga tidak bisa karena dia untuk berjalan saja dia butuh bantuan tongkat kruk.
“Terpaksa saya minta tolong keluarga pasien lain yang ada dalam satu ruang itu. Dia balik bertanya: suaminya kok ndak ikut jaga? Mendengar ucapan itu hati saya sedih sekali,” katanya mengenang. Kiranya bisa belajar kepada perempuanperempuan tersebut. Dia mampu bangkit dari kesedihan dengan menyadari semua milik Allah dan kita akan kembali kepadaNya. “Saya harus sadar semua harus tetap dijalani, Kuncinya adalah bersyukur agar menjadi kuat. Lalu dijalani dan dinikmati saja. Yang sulit akan menjadi mudah,” kata Bu Umi.
sumber : majalah RSI