Kurangi Pemakaian Headset, Bisa Merusak Pendengaran – DUTA MASYARAKAT
DUTA MASYARAKAT
Kamis, 4 Maret 2021
SURABAYA – Pembelajaran online selama pandemi Covid-19 membuat pemakaian headset sangat tinggi di kalangan siswa. Pemakaian headset juga banyak digunakan para penyuka olah raga sepeda yang selalu mendengarkan musik saat di jalan.
Kebiasaan menggunakan headset itu ternyata tidak baik bagi pendengaran jika dilakukan secara terus menerus. Apalagi, volume headset melewati ambang batas aman sesuai yang ditentukan WHO yakni 20 desibel. Bahkan terkadang siswa dan masyarakat mendengarkan melalui headset dengan volume di atas 60 desibel.
Karena itu, di Hari Pendengaran se-Dunia yang jatuh setiap 3 Maret, tim dari Promosi Kesegaran Rumah Sakit (PKRS) RSI Surabaya Ahmad Yani melakukan kampanye di lampu merah. Kampanye itu untuk memberitahukan kepada masyarakat umum pentingnya menjaga pendengaran agar tetap baik. Karena pendengaran salah satu indera yang sangat penting bagi manusia dan bisa menentkan masa depan generasi bangsa. Selain itu, juga berisi tentang bagaimana merawat telinga dengan baik dan banyak lagi lainnya.
Selain berdiri di depan para pengemudi dengan atribut spanduk dan poster saat lampu merah menyala, para pegawai RSI A Yani itu juga membagikan selebaran, agar masyarakat awam bisa membaca dan mengetahui pentingnya indera pendengaran.
“Kami ingin edukasi pengendara juga, bahayanya memakai headset saat berkendara. Karena pastinya, volume headsetnya sangat nyaring agar bisa terdengar dan tidak kalah dengan kebisingan suara kendaraan di jalan,” jelas Ketua PKRS RSI AYani, drg Dian Permata.
Salah seorang pengendara motor, Subandi ketika mendapatkan selebaran langsung membacanya. Dan bapak paruh baya itu baru mengetahui kalau ada Hari Pendengaran se-Dunia setiap 3 Maret. “Selama ini bukan kurang peduli, tidak peduli dengan hal itu. Ternyata pendengaran itu sangat penting. Padahal kita sering korek-korek kuping pakai alat apa saja. Ternyata harus dijaga dengan baik,” ujarnya.
RSI AYani memang sangat peduli terhadap masalah ini. Tak heran jika setiap bayi yang lahir di rumah sakit tersebut diimbau untuk dilakukan tes Oto Acoustic Emission (OAE). Tes ini untuk mendeteksi sejak dini, fungsi pendengaran bayi.
“Kalau ada masalah maka kita akan terus pantau bayi tersebut secara berkala. Kalau tidak ya kita minta orang tuanya untuk merawat pendengaran bayi dengan baik. Karena pendengaran itu penentu masa depan generasi bangsa. Kalau tidak dideteksi sejak dini, dikhawatirkan akan timbul masalah dan menyebabkan anak jadi tuli bisu,” tutur drg Dian.
Di RSI AYani tes OAE ini tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Namun, para orang tua yang melahirkan di rumah sakit itu, hanya merogok kantong Rp 50 ribu untuk melakukan deteksi dini pendengaran bayi itu. “Tidak mahal karena kami tahu betapa pentingnya skrining awal ini,” ungkap Dian. l end